Senin, 14 Desember 2020

Fungsi Serune Kalee dalam Pelaksanaan Intat Linto Baro

 


Pelaksanaan iring-iringan intat linto baro menggunakan serune kalee memiliki peran yang sangat penting ciri-ciri musik tersebut menurut R.M Soedarsono terdiri dari diperlukan tempat pertunjukan terpilih, diperlukan pemilihan hari, diperlukan pemain yang terpilih, tujuan lebih dipentingkan daripada penampilannya secara estetis dan diperlukan busana yang khas[1] Iring-iringan intat linto baro sebagai seni pertunjukan terbagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok seni fungsi primer dan kelompok seni sekunder.[2] Seni pertunjukan berfungsi primer adalah sarana ritual, sebagai sarana hiburan pribadi, sarana pesentasi estetis. Fungsi ritual berkembang dikalangan masyarakat yang tata kehidupanya mengacu pada nila-nilai budaya agraris, serta masyarakat yang memeluk agama dalam kegiatan-kegiatan ibadahnya sangat melibatkan seni pertunjukan.[3] Seni pertunjukan berfungsi sebagai sarana hiburan pribadi adalah penikmatnya juga harus berpartisipasi aktif di dalamnya, sehingga seni pertunjukan yang berfungsi sebagai hiburan juga bisa kita sebut sebagai art of participation.[4] Fungsi sebagai hiburan pribadi setiap penikmat memiliki gaya pribadi sendiri-sendiri, Tidak ada aturan yang ketat untuk tampil di atas pentas. Penikmat bisa mengikiti irama tari serta merespon, kenikmatan pribadi akan tercipta.[5] Fungsi presentasi estetis merupakan seni pertunjukan kolektif hingga penampilnya di atas panggung menuntut biaya yang tidak sedikit. [6] Umumnya seni pertunjukan yang berfungsi sebagai presentasi estetis panyandang dana produksinya (production cost) adala pembeli karcis. Sistem manajemen macam ini lazim disebut pendanaan yang ditanggung secara komersial. (commercial support).[7] Seni pertunjukan berfungsi sekunder salah satunya seni pariwisata, seni pariwisata adalah seni yang dikemas khusus buat wisatawan, yang memiliki tiruan-tiruan dari aslinya, dikemas padat atau singkat, dikesampingkan nilai-nilai primernya, penuh variasi, menarik, serta murah harganya.[8]

1.    Fungsi Primer

a.    Sarana Upacara Adat

Iring-iringan serune kalee dalam pelaksanaan intat linto baro tidak sebagai fungsi ritual, karena kesenian ritual yang berkembang dikalangan masyarakat yang tata kehidupanya mengacu pada nila-nilai budaya agraris, serta masyarakat yang memeluk agama dalam kegiatan-kegiatan ibadahnya sangat melibatkan seni pertunjukan.[9] Namun, masyarakat Aceh tidak menganggap kesenian tersebut sebagai kesenian ritual karena masyarakat Banda Aceh merupakan masyarakat yang memiliki pola hidup masyarakat pesisir seperti yang diungkapkan oleh Jacob Sumardjo bahwasanya masyarakat pesisir memiliki pola kehidupan dan semboyan-semboyan yang berkisahkan tentang raja-raja seperti yang berkembang terdapat  pepatah “ raja adil raja disembah, raja lalim raja disangah” hanya berlaku untuk masyarakat berpola empat.[10] Pelaksanaan intat linto baro disebut juga perayaan raja si uroe (raja sehari). Selama prosesi berlangsung merupakan adat yang berasal dari kata ‘adlah (kebiasaan). Adat ini merupakan perilaku masyarakat Aceh sebagai perayaan atau upacara adat dan tidak memiliki keterkaitan dengan kewajiban dalam hukum syariah, melainkan kebiasaan masyarakat Aceh yang menjadi hukum dalam menjalankan adat di dalam masyarakat.

Serune kelee merupakan sebagai pembuka pelaksanaan prosesi upacara intat linto baro. Permainan serune kalee sekaligus menandakan pihak dara baro untuk mempersiapkan rombongan penyambutan. Rombongan yang disambut merupakan elemen pemangku adat, keluarga inti dari linto baro, para wanita yang telah menjalani pernikahan serta pemuda pemudi kampung dari linto baro. Rombongan tersebut merupakan bagian terpenting sebagai tanda rombongan masyarakat kampung telah menjalin hubungan persaudaraan serta ikatan sosial untuk dapat saling bantu membantu dan saling menjaga nama baik masyarakat yang telah terjalin melalui pernikahan tersebut.

Upacara intat linto baro merupakan bagian dari hukum adat. Kegiatan upacara intat linto baro sebagai tanda komitmen agar masyarakat kampung dara baro juga melakukan kunjungan terhadap masyarakat kampung linto baro, apabila hal tersebut tidak dilakukan maka dara baro tidak boleh bertinggal di rumah linto baro. Selama prosesi kunjungan dara baro belum dilakukan menjadi sebuah pantangan yang sangat dijaga oleh masyarakat Aceh hingga saat ini. Mempelai dara baro tersebut dianggap belum bertegur sapa dengan masyarakat linto baro.

Berdasarkan penjelasan di atas, serune kalee menjadi bagian pengikat hubungan adat masyarakat. Musik yang dimainkan sebagai tanda kesiapan membawa rombongan serta komitmen dalam melakukan hubungan yang erat antar kampung terikat dalam adat Aceh. Pelaksanaan upacara intat linto baro merupakan bagian hukum adat bagi masyarakat Aceh. Hal tersebut, dapat mendatangkan perasaan yang sanggat disukai, dihargai, serta suatu tanda kehormatan oleh masyarakat Aceh. Pelaksanaan upacara terus menerus dijaga oleh masyarakat Aceh sebagai bagian dari adat.



b.    Sarana Hiburan      

 

Seni pertunjukan serune kalee berfungsi sebagai sarana hiburan pribadi. Permainan serune kalee berada pada posisi paling depan dalam mengikuti rombongan iring-iringan serta penyambut rombongan linto baro terlibat sebagai penikmat  selama menjalani prosesi tersebut. Rombongan terlibat partisipasi aktif di dalamnya, mengikuti suasana musik yang dibangun serta menertibkan langkah rombongan terlibat di dalamnya. Durasi yang ditampilkan disesuaikan dengan jarak iring-iringan yang sedang berlangsung, kemudian mendapat aba-aba menghentikan permaina serune kalee dari pihak pemimpin rombongan untuk melanjutkan prosesi adat selanjutnya.

             Pertunjukan serune kalee sebagai hiburan pribadi setiap penikmat memiliki gaya pribadi sendiri-sendiri serta sikap rombongan yang terlibat memiliki kesan tersendiri dalam suasana khidmat tersebut. Selama pertunjukan berlangsung tidak ada aturan yang ketat untuk menunjukan ekspresi wajah dan sikap khusus, para rombongan memiliki kesan tersendiri selama prosesi berlangsung. Rombongan yang terlibat sebagai penikmat bisa mengikuti irama musik serta merespon, sehingga kenikmatan pribadi akan tercipta. Selama prosesi berlangsung seluruh rombongan terlibat sebagai bagian dari pertunjukan tersebut sehingga serune kalee merupakan pertunjukan kesenian yang bersifat hiburan pribadi dan memiliki fungsi primer di dalam pelaksanaan prosesi intat linto baro.


c.    Sarana Presentasi Estetis   

 

Penyambutan rombongan linto baro selanjutnya disambut dengan tarian ranub lampuan dan diiringi dengan serune kalee, sebagai lambang memuliakan tamu. Seluruh rombongan berhenti melakukan aktifitas untuk menyaksikan pertunjukan tersebut. Rombongan yang disambut dengan tarian tersebut merasakan suasana khidmat serta pihak dara baro menerima rombongan linto baro dengan suka cita dan lapang dada. Pertunjukan tari ranub lampuan diakhiri dengan menyuguhkan sirih kepada linto baro beserta rombongan yang hadir, kemudian dari pihak linto baro akan menyelipkan amplop yang berisikan uang, hal tersebut sebagai pihak linto baro merasakan kesenangan atraksi yan telah disuguhkan. Kemudian, rombongan linto baro berjalan memasuki halaman dara baro bersamaan dengan dara baro menyambut linto baro sebagai tamu serta kepala rumah tangga, selama prosesi ini berlangsung musik serune kalee dimainkan agar suasana kemeriahan tersebut dapat berlangsung dengan suka cita.

Pemain serune kalee dituntut untuk menyajikan musik yang sangat baik agar dapat didengarkan selama prosesi terserbut menjadi berkesan. Selain dari itu para penari menggunakan kostum yang sangat rapi dan berhiaskan mahkota sebagai tanda menunjukan kesiapan menjamu rombonggan linto baro merupakan hal yang sanggat sepesial pada pelaksanaan upacara tersebut. Kesan  indah dan meriah yang ditampilkan membuat wajah para pendatang menjadi tersenyum beserta dengan sapaan terhadap penari. Sarana estetis mendatangkan kesan indah, bersemangat (gurangsang) dan meriah yang membuat rombongan merasa nyaman selama menggikuti prosesi adat. Kesan kemeriahan yang diciptakan oleh pemain serune kalee beserta penari membuat para rombongan menjadi kagum atas persiapan dari pihak dara baro mempersiapkan kedatangan rombongan linto baro.


2.    Fungsi Sekunder

a.    Pertunjukan Pariwisata

Pertunjukan serune kalee terkhusus dalam pelaksanaan intat linto baro tidak dapat digolongkan sebagai seni pertunjukan wisata. Penyajian serune kalee selama prosesi sebagai bagian satu kesatuan dari keseluruhan selama prosesi intat linto baro. Posisi serune kalee yang membawa rombongan iring-iringan tidak menjadi pertunjukan yang dilakukan secara sembarang tempat serta waktu yang telah disepakati berdasarkan dari kedua belah pihak. Serta rombongan yang mengikuti prosesi merupakan orang yang telah ditentukan untuk menghadiri pelaksanaan prosesi tersebut. Apabila terdapat orang yang tidak diundang dalam pelaksanaan prosesi tersebut menjadi aib seseorang bagi yang menghadirinya. Pelaksanaan upacara adat linto baro merupakan ikatan hukum adat yang dilakukan oleh antar kampung, petingggi kampung, keluarga besar dari kedua belah pihak mempelai pengantin, atau rekanan sebagai saksi telah terjalinnya hubungan kekerabatan melalui adat Aceh.

Prosesi upacara intat linto baro sebagai pertunjukan pariwisata sampai saat ini belum ada yang melakukan hal tersebut. Masyarakat Aceh meyakini hal tersebut merupakan hal yang sangat tabu atau memainkan hukum adat untuk dilakukan. Kedudukan adat bagian yang terus dijaga sangat ketat agar marwah dan tidak melecehkan jati diri sebagai masyarakat Aceh. Lain halnya sebagai perayaan pawai yang dilakukan pada hari-hari tertentu, seperti memperinggati 17 Agustus, perayaan milad kota Banda Aceh, atau acara seremonial yang dibuat oleh pemerintah. Posisi laki-laki dan perempuan yang memakai pakaian adat seperti linto baro dan dara baroe merupakan bagian dari simbol semata dan melakukan posisi yang agak berpisah dari satu sama lain. Sedangkan pemain serune kalee sebagai pemeriah suasana dan bebas memainkan musik-musik yang mereka kuasai. Akan tetapi para pemain tersebut memiliki bayaran yang sangat mahal untuk memainkan acara-acara seperti tersebut. Faktor durasi permainan yang serta jumlah pemain yang bertambah agar musik yang dimainkan tidak putus-putus maka memerlukan pemain cadangan.


Kesimpulan

Lagu-lagu yang digunakan selama iring-ringan menggunakan lagu ranub lampuan atau pemulia jamee. Lagu-lagu tersebut dimainkan karena masyarakat Aceh telah mengenal lagu tersebut sehingga dapat membuat suasana pelaksanaan prosesi tersebut menjadi khidmat. Meskipun, lagu-lagu tersebut dikenal oleh masyarakat sebagai musik iringan tari namun tidak menguragi esensi dari pelaksaanaan.

Kesenian serune kalee merupakan kesenian Aceh yang telah mentradisi di dalam adat masyarakat Aceh. Kesenian yang hidup di dalam masyarakat Aceh tersebut memiliki fungsi sabagai sarana upacara adat, sarana hiburan dan sarana presentasi estetis. Sarana upacara adat merupakan hal yang sangat disukai sebagai pelaksanaan hukum adat, sarana hiburan merupakan hal yang bersifat menyenangkan selama prosesi upacara intat linto baro. Sarana presentasi estetis merupakan kegiatan yang mendatangkan kenikmatan indrawi serta menjaga marwah Aceh selama prosesi berlangsung. Hal tersebut, menjadikan kesenian serune kalee merupakan hal yang primer di dalam pelaksanaan upacara intat linto baro. Pelaksanaan prosesi intat linto baro sebagai Fungsi sekunder merupakan hal yang tidak dapat dilakukan, faktor dari masyarakat Aceh yang masih menjaga hukum adat agar menjaga marwah serta jati diri ke-Acehan. Upacara intat linto baro tersebut merupakan puncak dari pelaksanaan adat meukawen sehingga upacara tersebut sebagai simbolik seseorang pemuda dan pemudi menuju bahtera rumah tangga dan menjadi bagian yang sah di dalam lingkungan masyarakat secara agama dan adat. Upacara intat linto baro suatu suasana kemeriahan, bersemangat (gurangsang), rasa syukur, menyambung tali silahturahmi serta keberhasilan seorang pemuda menggambil tanggung jawab dalam kehidupan sehari-hari maka serune kalee memiliki peran besar dalam menyemarakan dan menyukseskan prosesi acara tersebut.



 Saran

Kebudayaan akan sukses dijalankan dengan mengunakan strategi yang sesuai dengan masyarakatanya. Serune kalee sudah waktunya menjadi kajian para peneliti dan menjadi keilmuan agar dapat diaktualisasikan secara terukur. Kajian yang melibatkan dari berbagai disiplin ilmu juga dapaat digunakan agar mendapatkan Epistimologi, Ontologi, Aksiolagi yang secara utuh. Bukan hanya sekedar mengkopi paste dari pendapat sebelum-sebelumnya tentang penjelasan keberadaaan serune kalee. Tokoh-tokoh yang telah menjelaskan tentang serune kalee telah menjalankan tugas mereka dengan baik dalam merekam jajak perjalanan serta keberadaan serune kalee dalam bentuk tulisan. Generasi penerus merupakan yang akan terus mengembangkan serta sekaligus menjaga lokal genius ke-Acehan. Hal ini juga memerlukan kesepakatan antar tokoh-tokoh adat serta para ulama juga agar terjadinya keharmonisan serta kedinamisan. Pemerintah sebagai fasilitator merupakan sumber utama untuk dapat membuka keran peradaban Aceh kedepan.

Wallahu’alam bissawab.

Penulis : Rudi Asman, S.Sn.

 



[1]R.M Soedarsono, Seni Pertunjukan Indonesia di Era globalisasi (Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada, 2002), 126.

[2]Soedarsono, Seni Pertunjukan Indonesia di Era globalisasi (Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada, 2002), 122.

                [3]Soedarsono, 215.

                [4]Soedarsono, 199.

                [5]Soedarsono, 199.

                [6]Soedarsono, 216.

                [7]Soedarsono, 216.

                [8]Soedarsono, 274.

                [9]Soedarsono, 215.

[10]Jacob Sumardjo, Estetika Paradoks (Bandung : Sunan Ambu Press, 2006), 154-155.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar